Sunday, January 18, 2015

Sawi Asin: Produk Sawi Fermentasi Indonesia

 

Sawi (Brassicaceae) adalah salah satu komoditas pangan hortikultura Indonesia yang mudah rusak. Salah satu alternatif dalam mengatasi resiko kerusakan sawi adalah dengan menggunakan fermentasi. Dalam hal ini, jenis sawi yang digunakan adalah sawi pahit (sawi jabung, sawi daging, Brassica juncea, Chinese mustard). Sawi pahit biasa digunakan dalam bentuk terfermentasi di Indonesia, tidak dimanfaatkan dalam bentuk lain. Di Cina, sawi pahit merupakan komoditas sayur yang berharga dan digunakan hampir di seluruh daerahnya (Ren et al. 1995). Sawi pahit memiliki kandungan yang tinggi pada serat, vitamin (B1, B2, B6, C, dan E), karoten, klorofil, dan mangan. Secara umum, komposisi kimia sawi dapat dilihat pada Tabel 1.

 

Tabel 1. Komposisi kimia sawi untuk setiap 100 gr bahan
Kandungan Jumlah
Air (g) 92.2
Protein (g) 2.3
Lemak (g) 0.3
Karbohidrat (g) 4.0
Kalsium (mg) 220.0
Fosfor (mg) 38.0
Besi (mg) 2.9
Vitamin A (SI) 6460.0
Vitamin B1 (mg) 0.09
Vitamin C (mg) 102.0
Kalori (kal) 22.0
Bagian yang dapat dimakan (%) 87.0
Sumber: Direktorat Gizi Kementrian Kesehatan RI

 

Fermentasi sawi pahit bertujuan untuk mengawetkan sawi pahit sekaligus memberikan perubahan rasa, warna, bentuk yang menarik. Hasil dari fermentasi sawi pahit berupa sawi asin (Gambar 1). Sawi asin dikenal juga sebagai sayur asin. Beberapa jenis sawi asin lainnya disebut suan-tsai atau fu-tsai (Taiwan), kiam chai (Thailand), kiam chaye (Malaysia), dan Pak-Gard-Dong (Thailand). Setiap negara memiliki perbedaan dalam pembuatan sayur asin meliputi bahan yang digunakan, cara pembuatan, atau waktu fermentasi.

 

Sawi Asin (kamusdapurku.blogspot.com)

Dalam pembuatan sawi asin, bahan-bahan yang digunakan adalah sawi pahit, air, tepung beras, garam, dan gula.

Untuk 1 kg sawi pahit, dibutuhkan bahan perendam berupa 500 cc air yang telah ditambahkan 1 sendok teh (sdt) tepung beras, 2 sendok makan (sdm) garam, dan 1 sdm gula pasir. Berikut adalah tahapan pembuatan sawi asin yang umum di Indonesia.


1. Sawi pahit dijemur hingga layu
2. Garam ditaburkan dan dilakukan peremasan sawi pahit yang telah layu secara perlahan-lahan sampai keluar air
3. Sawi pahit kemudian didiamkan selama kurang lebih 1 jam
4. Air perendam disiapkan dengan cara mencampur semua bahan perendam, dididihkan, dan didinginkan
5. Setelah 1 jam, sawi pahit yang telah digarami dibilas dengan air hingga bersih dan ditiriskan
6. Setiap 3-4 lembar daun sawi pahit diikat menjadi satu dan diletakkan pada wadah non reaktif
7. Air perendam kemudian dituangkan dan dibiarkan sampai 3-4 hari (sesuai keasaman yang diinginkan)
8. Sawi asin yang telah jadi dapat disimpan di dalam kulkas

Bahan perendam yang digunakan dapat pula berupa air pekat yang diambil dari air untuk menanak nasi (air tajin). Menurut Sadek et al. (2009), penambahan air tajin yang dikombinasikan dengan 3% garam akan menghasilkan sawi asin dengan mutu organoleptik lebih baik dibanding tanpa penambahan air tajin. Selain itu, sawi asin akan memiliki penampakan warna hijau muda, berasa asin, beraroma khas sawi asin, dan bertekstur renyah.


Fermentasi pada pembuatan sawi asin merupakan fermentasi spontan. Disebut fermentasi spontan karena tidak dilakukan penambahan mikroorganisme tertentu secara sengaja. Mikroorganisme yang muncul dapat berasal dari permukaan sawi pahit, udara, bahan perendam, peralatan, atau bahan-bahan lain yang digunakan. Mikroorganisme yang terlibat dalam fermentasi sawi asin biasanya didominasi oleh bakteri asam laktat (BAL). Pada berbagai produk pangan fermentasi, BAL umum dijumpai terkait kemampuan BAL dalam menggunakan berbagai macam gula, menghasilkan laktat dan berbagai jenis asam lainnya (Hutkins 2006).


BAL merupakan istilah bakteri yang tidak resmi dan tidak terdapat dalam taksonomi prokariot. BAL didefinisikan sebagai segala jenis bakteri yang dapat memproduksi asam laktat, memiliki kandungan GC rendah, tidak membentuk spora, Gram positif batang atau kokus, toleran asam dan garam, non motil, anaerob fakultatif, dengan berbagai perbedaan pada biokimia, fisiologi, dan genetiknya (Kapoor 2010, Hutkins 2006). Dalam fermentasi sawi asin, komunitas BAL tergantung pada kemampuan BAL beradaptasi pada bahan perendam dan melakukan metabolisme. Hasil metabolisme BAL akan memberikan perubahan rasa, bentuk, maupun warna pada selama fermentasi sawi asin.


Bahan perendam dalam fermentasi sawi asin mengandung garam, tepung beras (atau air tajin), dan gula pasir. Penambahan garam pada bahan perendam diduga sebagai penyeleksi mikroorganisme halotoleran. BAL yang bersifat halotoleran mampu hidup dan mendominasi populasi pada fermentasi sawi asin. Berdasarkan sistem osmosis, kandungan garam lingkungan (bahan perendam) yang lebih tinggi akan mengakibatkan air dari dalam sel-sel sawi asin keluar. Hal ini dilanjutkan dengan penurunan aktivitas air (Aw), sehingga bakteri pembusuk tidak dapat hidup di dalam jaringan sawi asin. Zat dalam bahan perendam lain adalah tepung beras atau gula pasir berfungsi substrat awal bagi pertumbuhan BAL dalam fermentasi. Kedua zat ini digunakan BAL sebagai substrat yang mudah dimetabolisme untuk pertumbuhan awal sebelum mendegradasi struktur yang lebih kompleks seperti selulosa sawi pahit.


Jumlah dan jenis BAL berfluktuasi bergantung pada waktu fermentasi, bahan perendam, dan struktur sawi pahit sebagai bahan fermentasi sawi asin. Chao et al. (2009) melakukan inventarisasi BAL pada suan-tsai dan fu-tsai dengan menggunakan analisis komunitas mikroba berdasarkan sekuen gen penyandi 16S rRNA. Hasil analisa tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komunitas total BAL pada suan-tsai dan fu-tsai
Genus Jumlah spesies Keterangan
Enterococcus 1
Lactobacillus 11 Diduga terdapat 5 spesies Lactobacillus baru
Leuconostoc 3
Pediococcus 1
Weissella 2 Weissella cibaria dan Weissella paramesenteroides

Dalam fermentasi, terjadi perubahan populasi mikroorganisme sepanjang waktu perendaman. Menurut Chen et al. (2006), pada suan-tsai, Pediococcus pentosaceus merupakan jenis BAL dengan jumlah melimpah pada tahap awal waktu fermentasi. Seiring lamanya waktu fermentasi (setelah 40 hari fermentasi), jenis Tetragenococcus halophilus mendominasi populasi karena kemampuan T. halophilus yang mampu hidup dalam kadar garam tinggi. Dilihat dari jumlah BAL dalam suatu kurun waktu fermentasi, pada hari ke tiga fermentasi ditemukan BAL dalam jumlah paling banyak (Chao et al. 2009).


Perubahan stuktur, rasa, dan warna pada sawi asin terjadi sepanjang waktu fermentasi. Peningkatan jumlah asam laktat dan turunnya pH selama fermentasi diduga memiliki hubungan dengan rasa asin dan jumlah atau komposisi BAL (Chao et al. 2009). Pertumbuhan BAL dapat pula membatasi pertumbuhan mikroorganisme yang tidak dikehendaki seperti mikroorganisme pembusuk atau patogen dengan cara memproduksi peptida dan bakteriosin (Glazer & Nikaido 2007).


Produk fermentasi seperti sawi asin secara umum dapat meningkatkan daya cerna selulosa oleh tubuh manusia. Selain itu, terjadinya degradasi molekul komplek pada bahan pangan dapat memudahkan tubuh menyerap zat gizi pada bahan pangan.
Penelitian mengenai komunitas mikroorganisme pada fermentasi sawi asin masih jarang dilakukan di Indonesia. Mikroorganisme yang berperan, selain BAL, diduga terdapat jenis cendawan toleran garam dalam jumlah yang lebih sedikit. Pengetahuan mengenai mikroorganisme yang terlibat dalam fermentasi sawi asin diperlukan sebagai landasan preparasi fermentasi untuk memperoleh produk yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Chao SH, Wu RJ, Watanabe K, Tsai YC. 2009. Diversity of lactic acid bacteria in suan-tsai and fu-tsai, traditional fermented mustard products of Taiwan. Int J Food Microbiol. 135(3):203-210.
Chen YS, Yanagida F, Hsu JS. 2006. Isolation and characterization of lactic acid bacteria from suan-tsai (fermented mustard), a traditional fermented food in Taiwan. J of Appl Microbiol. 101: 125–130.
Kapoor K. 2010. Illustrated Dictionary of Microbiology. Delhi: Oxford Book Company.
Glazer AN, Nikaido H. 2007. MICROBIAL BIOTECHNOLOGY Fundamentals of Applied Microbiology. Edisi ke-2. Cambridge: Cambridge University Pr.
Sadek NF, Wibowo M, Kusumaningtyas E. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Penambahan Sumber Karbohidrat terhadap Mutu Organoleptik Produk Sawi Asin [PKM-AI] Bogor: IPB.
Hutkins RW. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Foods. Iowa: Blackwell.
Ren J, McFerson JR, Li R, Kresovich S, Lamboy WF. 1995. Identities and Relationships among Chinese Vegetable Brassicas as Determined by Random Amplified Polymorphic DNA Markers. J. AMER. SOC. HORT. SCI. 120(3):548–555. 1995.

 

SUMBER :

 

http://mafrikhul.bio.staff.ipb.ac.id/2011/03/17/sawi-asin/

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment